Kebun JP

Pengamat Desak Prabowo Reformasi Fiskal di Tengah Gelombang Demo

Situs News Indoesia Alternatif Informasi Berita Viral Terbaru

Jakarta, kebunjp Indonesia

Gelombang demonstrasi yang memprotes ketimpangan ekonomi dan gaji fantastis anggota
DPR
/MPR mendorong sejumlah pengamat ekonomi mendesak Presiden
Prabowo Subianto
segera melakukan reformasi
fiskal
.
Desakan ini mengemuka setelah aksi unjuk rasa meluas di berbagai kota dan memicu kerusuhan, bahkan menewaskan seorang pengemudi ojek online Affan Kurniawan yang dilindas kendaraan taktis Brimob.
Manajer Riset dan Pengetahuan The Prakarsa Roby Rushandie menilai langkah mendesak yang harus dilakukan adalah penerapan pajak kekayaan untuk kelompok super kaya.
“Kami ingin menyampaikan bahwa segera melakukan reformasi fiskal di mana di sini Presiden Prabowo perlu menerapkan pajak kekayaan pada kelompok super kaya untuk menjalankan fungsi redistribusi,” ujar Roby dalam diskusi publik dan pernyataan sikap ‘Indonesia di Persimpangan: Ketimpangan, Reformasi Fiskal, dan Masa Depan Ekonomi’ secara daring, Senin (1/9).
Ia juga meminta agar pemerintah daerah menunda kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) serta pemerintah pusat menghentikan subsidi pembayaran Pajak Penghasilan (PPh) 21 untuk anggota DPR dan pejabat negara.
Selain itu, Roby mendesak realokasi anggaran agar bantuan sosial tunai bisa diberikan kepada masyarakat miskin.
“Terkait dengan optimalisasi program jaminan sosial, kami mendesak agar segera memberikan bantuan sosial tunai kepada warga miskin melalui realokasi anggaran, dan memperluas pelindungan BPJS Ketenagakerjaan bagi pekerja informal,” jelasnya.
Roby juga mengingatkan pentingnya memperluas perlindungan sosial, terutama bagi pekerja informal dan platform digital, yang jumlahnya mencapai jutaan orang.
Program padat karya tunai, integrasi BPJS Kesehatan dan Ketenagakerjaan, serta penguatan mekanisme kartu prakerja melalui pelatihan dan pemagangan dinilai harus segera dijalankan. Upaya ini, menurutnya, akan membantu menyerap tenaga kerja muda, kelompok rentan, dan pengangguran.
Senada dengan itu, Direktur Eksekutif CORE Indonesia Mohammad Faisal menyoroti kebijakan perpajakan yang dinilai memberatkan masyarakat kelas menengah ke bawah. Ia menilai Pajak Pertambahan Nilai (PPN), PBB, dan pungutan lain semestinya dibatalkan untuk meringankan beban ekonomi.
Faisal juga meminta revisi pemotongan transfer ke daerah (TKD) yang mendorong lonjakan pajak dan retribusi di berbagai wilayah.
Strategi belanja pemerintah, lanjutnya, harus difokuskan pada penciptaan lapangan kerja dan pengentasan kemiskinan melalui program pemberdayaan ekonomi yang terstruktur, bukan sekadar bantuan sosial. Menurutnya, bansos rawan ditunggangi kepentingan politik dan tidak menyelesaikan akar masalah.
“Perlu juga merevisi strategi belanja pemerintah dengan membatalkan belanja-belanja yang kurang produktif dan cenderung bersifat keborosan, termasuk pembentukan lembaga-lembaga baru, pemberian fasilitas insentif dan tunjangan yang berlebihan untuk pejabat publik dan elit politik, termasuk di antaranya juga tunjangan rumah untuk anggota DPR,” tegasnya.
Selain itu, Faisal memperingatkan ancaman eksternal, seperti potensi lonjakan impor akibat kesepakatan tarif resiprokal dengan Amerika Serikat (AS). Hal ini, katanya, bisa memperburuk tekanan terhadap sektor produksi dalam negeri, termasuk pertanian dan manufaktur yang saat ini sudah tertekan.
Di sisi lain, Direktur Eksekutif INDEF Esther Sri Astuti menilai transparansi anggaran menjadi kunci untuk menghindari krisis kepercayaan. Ia mendorong pemerintah melakukan moratorium kebijakan yang menambah beban pajak masyarakat dan segera menerapkan pajak kekayaan sebagai bentuk subsidi silang.
“Yang kaya bayar pajak lebih mahal untuk memperbanyak fasilitas publik bagi kelompok yang tidak mampu,” ujar Esther.
Ia juga menyarankan realokasi anggaran dari pos belanja yang kurang produktif, seperti tunjangan pejabat, pembentukan lembaga baru, hingga pembelian alutsista yang belum mendesak. Menurutnya, dana tersebut lebih baik dialihkan untuk pendidikan, kesehatan, riset, dan penciptaan lapangan kerja, sejalan dengan upaya menstimulasi konsumsi dalam negeri.
Desakan pengamat ini mencuat seiring aksi demonstrasi yang terus meluas di berbagai kota sejak Kamis (28/8). Protes dipicu ketidakpuasan publik atas gaji dan tunjangan fantastis anggota DPR/MPR, diperburuk oleh kemarahan atas tewasnya Affan Kurniawan, pengemudi ojol yang dilindas kendaraan taktis Brimob.
Di Jakarta, ribuan massa berkumpul di sekitar Markas Brimob Kwitang, Jakarta Pusat, dan terlibat bentrok dengan aparat. Polisi menembakkan gas air mata untuk membubarkan kerumunan.
Kericuhan juga terjadi di Bandung, di mana mahasiswa dan pengemudi ojol memadati Gedung DPRD Jawa Barat. Di Surabaya, massa memblokade Jalan Gubernur Suryo di depan Gedung Grahadi dan membakar sejumlah benda, sementara polisi menembakkan water cannon.
Aksi serupa pecah di Solo, massa melempari Markas Brimob Batalyon C dengan batu dan botol, serta membakar water barrier di jalan.
[Gambas:Video kebunjp]
(del/sfr)

Baca lagi: Video: Action Solidarity Journalists Call for Press Protection in Gaza

Baca lagi: TikToker was criticized, arbitrarily called a tribe in Papua to be a cannibal tribe

Baca lagi: Link Live Streaming Putri KW vs Akane di Semifinal Kejuaraan Dunia

Picture of content

content

You may also like